Laman

Rabu, 13 April 2011

Bajak Laut Somalia, Miliuner Bercelana Kolor

Mereka bersenjata, tapi tak berseragam. Demikianlah para perompak di Somalia itu tampil. Berkaus oblong, kemeja kumal, dan celana pendek. Aksesoris lain, dan ini sepertinya wajib: senapan AK 47, disandang di bahu.

Seorang warga Indonesia, Aep Saepudin, yang pernah disandera perompak di Somalia itu punya banyak cerita. Aep adalah korban penyanderaan kapal berbendera Taiwan Win Far 161 oleh perompak Somalia, pada 2009 lalu.
Para lanun Somalia yang sangar itu, kata Aep, berpakaian seadanya: kaus oblong, dan celana kolor.  "Mereka tak pakai alas kaki," kata Aep kepada VIVAnews.com, Selasa 12 April 2011 malam.
Sepuluh bulan di bawah cengkeraman para bajak laut, Aep mengerti benar ulah para badint samudera itu. "Gaya bicara mereka normal, seperti orang kebanyakan. Tapi karena mereka membawa senapan lengkap, jadi kastanya beda dengan kami (para sandera)," kata Aep.

Suatu ketika, pria asal Bandung itu mengaku, pernah masuk ke kampung para pembajak. "Tiga kru termasuk saya diajak salat Jumat bersama salah satu translator. Tak ada yang menonjol dari kehidupan mereka, biasa," kata Aep.

Usut punya usut, berdasarkan informasi yang ia dapat, termasuk dari sesama rekannya asal Rusia yang juga pernah jadi sandera pada 2009 silam itu, bos para pembajak bukanlah orang Somalia asli. "Ownernya bukan dari Somalia. Bos itulah yang mengatur skema penyerangan. Orang-orang Somalia hanya operator lapangan," kata Aep.

Tapi, tak semua warga Somalia itu cuma jadi wayang di lapangan. Simaklah cerita di Laasqoray online, 10 Maret 2011. Ada kisah seorang pria asal Bosasso, Somalia, Saeed Yare yang menjadi miliuner, dalam dua tahun 'karirnya' sebagai bajak laut.

Di muka pintu rumah Saeed yang megah untuk ukuran Bosasso, terparkir Toyota Landcruiser model terbaru. "Tak mudah jadi bajak laut, kau berjudi dengan taruhan nyawa. Tapi aku menikmati hasilnya, jadi konglomerat," kata lelaki itu. Usianya baru 27 tahun. Dia memakai stelan pakaian mewah buatan Italia.

"Bisnis pembajakan itu ibarat kursi presiden, sekali kau menikmati empuknya, tak akan rela menyerahkannya," kata Saeed. Kata dia, seorang rekannya tewas dalam aksi pembajakan, tapi toh dia meninggalkan warisan besar buat keluarganya. "Uang sebesar US$1 juta," seru dia.
Pada 2010 lalu, Saeed mengumpulkan duit tebusan US$2,4 juta dari aksinya di laut Somalia itu. "Aku habiskan uang untuk beli senjata, membayar pengawal pribadi, mobil-mobil mewah, truk, kapal, tiga vila pribadi. Aku masih punya cukup uang untuk membajak kapal lain," kata dia.

Sebelum terjun ke bisnis pembajak kapal, Saeed berbisnis narkotika. Namun meski untung 300 persen dari harga beli, pemuda ambisius itu tak puas. Ia akhirnya beralih jadi bajak laut.(np)
sumber: vivanews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar